"Jatim tidak mudah melakukan `serangan fajar` karena wilayahnya besar, ada 38 kabupaten/kota. Pemilih mau dipengaruhi berapa uang yang mau dikeluarkan," ucap dia di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, pada dasarnya politik uang dapat terjadi di mana saja, tetapi terdapat persoalan yang menentukan seperti luas wilayah yang mempengaruhi praktik tersebut.
Wilayah yang kecil dengan pemilih sedikit memerlukan uang yang tidak besar untuk digelontorkan agar mempengaruhi hasil sehingga praktik politik uang lebih banyak terjadi.
"Wilayah kecil jalur distribusi mudah. Pemilih besar dan wilayah luas menjadikan `serangan fajar` menjadi rumit. Harus mendistribusikan berapa banyak uang untuk mempengruhi pemilih," kata Qodari.
Sementara berdasarkan survei yang dilakukan Indo Barometer pada 29 Januari-4 Februari 2018 pada 800 responden, pengetahuan pemilih paling tinggi kepada Saifullah Yusuf (Gus Ipul) sebesar 43,1 persen, disusul Khofifah Indar Parawansa 34,1 persen.
Angka kepuasan publik pada kinerja Gus Ipul sebagai wakil gubernur terhitung tinggi, yakni sebesar 76,5 persen, sedangkan tingkat ketidakpuasan sebesar 14,9 persen.
Sebanyak 60,6 persen pemilih menginginkan Gus Ipul menjadi gubernur Provinsi Jawa Timur untuk periode 2018-2023 dan 20,3 persen tidak menginginkannya.
Ada pun Khofifah dianggap berprestasi selama menjadi menteri sosial karena cepat dalam memberikan bantuan, dermawan dan dapat memberantas kemiskinan.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2018
0 Response to "Politik uang di Pilkada Jatim dinilai sulit"
Posting Komentar