Kita adalah mereka. Bukan sebatas "adalah", yang menunjukkan bahwa dia adalah dia, mereka adalah mereka. Sepak bola memberi suara kepada mereka yang bergembira dan memberontak terhadap hidup yang serba bergulir ibarat arus bola dalam balutan skema sarat siasat.
Manusia penggembira dan manusia pemberontak mencetuskan naluri hidup dari mereka yang tidak ingin sekedar menjadi budak melainkan menjadi tuan atas diri sendiri. Mereka berkata "ya" dan selalu "ya" dari berbagai pilihan yang tidak jarang menunjukkan batas-batas kewajaran.
Bereakasi merupakan wujud dari naluri setiap manusia, dari gembira lantaran tim jagoannya menang, berteriak lantaran tim negaranya nyaris mencetak gol, dan bersungut lantaran ada yang kurang beres. Fans berkostum Argentina itu memberontak dan mereaksi atas hukum alam yang berbunyi: kami berhak bereaksi, karena kami adalah tuan atas diri sendiri. Dan seorang pria bergelang hijau memegang sekaleng minuman untuk berkata "ya" dengan teguk demi teguk untuk merayakan hidup yang serba bergolak mengikuti arus nilai antara "baik" dan "buruk".
Lain lagi dengan ulah fans Peru. Dia mengenakan topeng dengan bibir berwarna merah merona dihiasi oleh kacamata hitam, dan ditambah dengan aksesori topi yang ingin mengisahkan bahwa Peru ingin berkata "ya" terhadap hidup yang tidak selalu bergulir mulus layaknya bola di lapangan. Bagi fans Peru ini sepak bola melintas suka dan duka. Sepak bola menyimpan keberanian untuk menghardik hidup yang tidak jarang bermuatan kesusahan dan penderitaan. Fans Peru adalah kita yang berusaha menimbang bahwa hidup itu bernilai dan layak dijalani dengan selaksa resiko.
Dan dua fans Denmark di bawah ini memberangus pakem "absurditas" yang mengisahkan bahwa hidup itu tidak sebatas bungkam, tetapi berkata dengan lantang, bahwa lihatlah dunia ini dengan mengenakan kacamata kegembiraan dan menyunggingkan senyuman. Tersenyum seraya menghiasi kepala dengan aneka bunga merah dan putih di atas rambut pirang.
Pewarta: AA Ariwibowo
Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2018
0 Response to "Kita Piala Dunia 2018: Manusia Penggembira Manusia Pemberontak"
Posting Komentar