"Potret urbanisasi, data dari statistik, sebanyak 1,2 persen setiap tahun. Sehingga kalau tidak ada intervensi konkret, tahun 2045 kita bisa estimasikan bahwa orang yang akan tinggal di desa hanya tinggal 35 persen," katanya dalam siaran pers yang diterima Antara Jakarta Jumat.
Ia mengatakan, masyarakat desa yang melakukan urbanisasi tersebut mengadu nasib ke kota dengan bekal pengetahuan yang minim. Hal tersebut akan berpotensi menambah jumlah angka kemiskinan di kota.
"Menurut saya, dihadirkannya Undang-undang tentang Desa, kemudian dengan disalurkannya dana desa adalah upaya optimal untuk mengubah potret dan stigma negatif tentang desa. Kita buktikan bahwa desa adalah wilayah penuh harapan. Sehingga yang awalnya orang ingin ke kota, suatu saat justru orang kota yang ingin pergi ke desa," ujarnya.
Anwar Sanusi mengatakan, jumlah dana desa yang bergulir sejak tahun 2015 tak sedikit, pada 2015 sebesar Rp20 triliun, 2016 sebesar Rp46,9 triliun, 2017 sebesar Rp60 triliun, 2018 sebesar Rp60 triliun. Rencananya, dana desa tahun 2019 akan meningkat menjadi Rp73 triliun.
"Tahun depan dana desa akan ditingkatkan menjadi Rp73 triliun. Dengan begitu, dana desa yang digulirkan selama 5 tahun jumlahnya cukup besar yakni Rp260 triliun," ungkapnya.
Ia meyakini, dana desa mampu memberikan perubahan wajah yang konkret bagi desa. Dana desa akan mampu mengubah stigma desa yang dianggap sebagai daerah miskin.
"Suatu saat, frasa wong ndeso (orang desa) akan menjadi atribut yang prestigious (bergengsi). Kalau sekarang, `alah wong ndeso`, suatu saat akan berbaik, `alah wong kuto (orang kota)`," candanya.
Baca juga: Presiden tinjau pemanfaatan dana desa di Sleman
Baca juga: Menkeu ingatkan Kades transparan kelola dana desa
Pewarta: Jaka Sugiyanta
Editor: Dewanti Lestari
COPYRIGHT © ANTARA 2018
0 Response to "Dana desa antisipasi potensi kemiskinan di kota"
Posting Komentar