Sejarawan ungkap efek kolonialisme-feodalisme di Nusantara

Lebak, Banten (ANTARA News) - Kolaborasi kolonialisme dengan feodalisme memperburuk akibat penjajahan di Nusantara pada masa lalu menurut sejarawan Universitas Gadjah Mada, Sri Margana.

"Kolonialisme itu memang buruk tapi di nusantara mereka berkolaborasi dengan feodalisme," katanya dalam Simposium Isu Pascakolonial dan Isu-Isu Mutakhir Lintas Disiplin di Lebak, Sabtu.

Ia lalu menuturkan kedatangan orang Belanda yang diwakili oleh organisasi dagang VOC ke wilayah Nusantara pada abad ke-17.

VOC menjalin hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara yang saat itu saling berkompetisi dan menghadapi konflik internal. Kondisi kerajaan-kerajaan Nusantara kala itu membuka celah bagi VOC untuk masuk ke dalam kekuasaan secara perlahan.

"VOC datang dengan meriam besar yang menjadi daya tarik untuk orang yang berkonflik sebagai mitra untuk melawan oposisinya," kata Margana.

Keberpihakan VOC tentu tidak gratis. Kerajaan-kerajaan yang mendapat bantuan dari Eropa harus membayarnya dengan sejumlah uang dan memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam perjanjian tertulis.

Bukti-bukti persekongkolan itu bisa dilihat di Corpus Diplomaticum Neerlando-Indicum, perjanjian antara VOC dan kerajaan di Nusantara antara abad 17 dan 18.

"Sayangnya kerajaan ini bangkrut setelah perang dan tak bisa membayar ke VOC. Akhirnya mereka membayar dengan cara lain seperti menyerahkan bandar-bandar untuk VOC," kata dia.

Dan ketika bangkrut dan terlilit utang pada abad ke-18, antara lain karena mereka sering mendukung perang dan tindakan korup sebagian elitnya, VOC masih menyisakan aset besar yang kemudian diambil alih oleh Pemerintah Belanda untuk menutupi utangnya.

"Caranya dengan mendirikan negara koloni untuk mengeksploitasi sumber daya alam yang ada di dalamnya. Ini awal mula kolonialisme Belanda di Indonesia," katanya.

Margana menyebut "kolonialisme yang diundang" ini pada praktiknya berkolaborasi dengan feodalisme kerajaan, yang menyebabkan tumbuhnya kebijakan yang memberatkan rakyat seperi sistem tanam paksa yang dicetuskan oleh Van Den Bosch pada 1830.

Feodalisme juga digunakan untuk merekrut pekerja dan mendapat akses tanah.

"Hasilnya eksploitasi ganda. Pemerintah kolonial dapat bangun sistem perkebunan dan perusahaan negara yang menguntungkan, sementara elit pribumi dapat kehidupan mewah dari keuntungan feodal dan kolonial. Hal ini menyebabkan kelaparan muncul bagi Jawa," jelas Margana.

Praktik masa lalu yang tercatat dalam sejarah ini bukan tidak mungkin terjadi lagi pada masa sekarang. Konflik internal dalam negeri bisa saja menjadi celah masuk bagi pihak asing untuk mengintervensi dan kemudian mengeruk keuntungan dari negara yang sudah tak punya daya.

Baca juga: Novel "Max Havelaar" adalah gugatan atas ketidakadilan
 

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Maryati
COPYRIGHT © ANTARA 2018

Let's block ads! (Why?)

https://www.antaranews.com/berita/746700/sejarawan-ungkap-efek-kolonialisme-feodalisme-di-nusantara

0 Response to "Sejarawan ungkap efek kolonialisme-feodalisme di Nusantara"

Posting Komentar